Selasa, 31 Juli 2012
0
Selasa, 31 Juli 2012
Unknown
sejarah jaranan di indonesia
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang
bernama Dewi Sangga Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada
waktu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara.
Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki
kekuatan yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia
Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk
menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang
bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi
Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus
Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul,
dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti
sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari
tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu
dijalan dan bertengkar dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam
peperangan itu dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam
peperangan itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan
Singo Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa
Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu.
Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring
temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi
oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik
yang berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya
Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa
dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung
Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman
itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke
tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung.
Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong
ke Wengker oleh Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka
kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut
dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah
Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit merubah nama tempat itu menjadi
Ponorogo Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi
Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke
Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong.
Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget.
Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman
sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan
oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga
Anom inilah masyarakat kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo
Muncul Reog. Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir
sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Related Articles :
Do you like this article? Spread the words!
If you enjoyed this post, please consider leaving a comment or subscribing to the E-mail feed to have future articles delivered to your feed reader.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “sejarah jaranan di indonesia”
Posting Komentar